TAKSONOMI DIGITAL BLOOM

Piramida Taksonomi Bloom

Banyak dari educator sangat familiar dengan Taksonomi Bloom yaitu pengukuran pencapaian kemampuan kognitif dalam berpikir, mempelajari dan memahami. Namun di Era digital sebaiknya para pendidik mulai berpikir tentang Taksonomi Digital Bloom. Versi pembaruan ini bertujuan untuk memperluas keterampilan yang terkait dengan setiap tingkat karena teknologi berkembang menjadi bagian yang lebih penting dan penting dalam pembelajaran.

Sejarah Taksonomi Bloom
1950 : Diciptakan oleh Benyamin Bloom. Taksonomi Bloom era ini berbentuk piramida yang awalnya tersusun dengan urutan berpikir terendah ke tinggi yaitu : knowledge (pengetahuan), comprehension (pemahaman), application (pengaplikasian), analysis(penguraian), synthesis(perpaduan) dan evaluation (penilaian)
1990 : Pada tahun ini Piramida Taksonomi Bloom direvisi oleh David Krathwol Bekerja sama dengan Lorin Andeson menjadi : Remember(mengingat), understand (memahami), apply (menerapkan), analyze (menganalisa), evaluate (mengevaluasi) dan create (mencipta).
Seiring berkembangnya waktu yang menuntut segalanya menggunakan digital RTB ini dikembangkan menjadi Taksonomi Digital Bloom. Diharapkan ke depannya siswa dapat menggunakan media elektronik dengan baik dan bermanfaat untuk pengembangan dirinya.

Tingkatan level pencapaian hasil belajar dari LOTS ke HOTS
LOTS (Low Order Thinking Skill)
1. C1 (Koginitif level 1)
Remember : mengingat
Informasi sebatas diingat saja bisa jadi siswa tidak mengerti apa yang sedang disimak atau dibaca hanya sebatas menghafalkan saja. Data dan informasi di ranah C1 (Kognitif lev. 1) ini umum dan banyak. Informasi yang dibutuhkan dalam ranah ini informasi yang dibutuhkan bersifat factual, konseptual, procedural dan metakognisi. Dalam ranah ini siswa hanya menghabiskan waktu untuk menghafakan saja tanpa memprosesnya.
2. C2 ( Kognitif level 2)
Knowledge : memahami
Belum sampai mengelola informasi namun sudah mulai paham. Jumlah informasi lebih sedikit karena siswa membutuhkan waktu untuk memahaminya. Dalam ranah ini siswa dituntut untuk menerjemahkan dan menginterprestasikan data dan informasi yang mereka terima.
3. C3 (Kognitif level 3)
Mengaplikasi
Siswa diajak mengaplikasi apa yang dipahami jika pemahamannya tepat mereka akan mampu mengaplikasikannya dengan tepat pada konteks yang berbeda-beda. Jumlah informasi semakin mengerucut sesuai kebutuhan aplikasi informasi tersebut.
HOTS (High Order Thinking Skill)
4. C4 (Kognitif level 4)
Analyze : menganalisa
Siswa sudah harus mempelajari dengan cermat informasi yang disimak atau dibaca. Tahap ini mengharuskan siswa untuk menganalisa atau mengelola data atau informasi lebih dalam sesuai fakta, logika dan ideologi. Jumlah data dan informasi akan semakin sedikit namun siswa harus menemukan data yang lain guna memperkaya pemahaman tentang apa yang dibahas dalam informasi atau data.Tahap ini juga mengharuskan guru untuk memiliki keterampilan bertanya agar mampu melatih siswa mempertanyakan informasi atau data yang dimiliki dan menemukan beberapa opsi. Pada tahap ini siswa membutuhkan data yang lebih rinci.
5. C5 (Koginitif level 5)
Evaluated : mengevaluasi
Dengan proses yang runut seperti di atas diharapkan siswa mampu menghasilkan informasi atau data konkrit sebagai hasil analisanya. Pada tahap ini informasi lebih spesifik dan lebih rinci. Siswa ditantang untuk memberi penilaian atas data dan informasi yang ada berdasarkan kriteria pribadi mereka yang sudah diterapkan pada level sebelumnya.

6. C6 (Koginitif level 6)

Create : Berkreasi / daya cipta
Siswa memiliki cukup bekal untuk menciptakan analisanya dalam bentuk yang lain. Khususnya dalam era 4.0 ini siswa mampu mengembangkan teori, produk dan sebagainya melalui media eletronik yang sering dipakainya ( memanfaatkan gadget yang dimiliki) dengan kreatif. Seperti membuat blog, meremix sebuah data melalui video tutorial, membuat design yang imajinatif dan terprogram.
Masalah yang sering dihadapi adalah bagaimana guru mengelola proses pembelajaran dalam kelas? Sudahkah menggunakan prinsip-prinsip di atas?
Kita sering menemukan kasus dimana guru lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menjelaskan, biasanya karena banyaknya materi dalam 1 semester tersebut sehingga guru merasa berkewajiban untuk menyelesaikan materi tersebut sebelum Penilaian Akhir dan terpaku pada target evaluasi siswa yang diambil dari hasil ulangan dan tes tertulis. Dalam hal ini proses mengajar lebih mendominasi daripada proses untuk melatih berlatih berfikir kritis. Padahal tujuan utama dalam berfikir kritis adalah memampukan seseorang untuk menghadapi kehidupan setelah selesai/tamat sekolah.
‘’Tugas Guru bukan semata mengajar, apalagi terpaku pada materi, melainkan menjadikan siswa bertanggung jawab akan belajarnya.’’ (Carl Rogers)
Dengan terbiasa berpikir kritis melalui proses pembelajaran yang menerapkan LOTS dan HOTS diharapkan siswa nantinya menjadi pribadi yang mampu memilih jalan terbaik bagi hidupnya , mampu menghadapi apa saja dalam hidupnya secara kritis dan tidak mudah melakukan hal-hal yang tidak menguntungkan dalam pengembangan diri dan merugikan dirinya sendiri.
Fatimah Husna Da’ana, S.Pd.I
Sumber video Common sense education dan quipper Indonesia

Share this:
Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram
Share on email

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Butuh Bantuan